Jumat, 07 Desember 2007

QURBAN, Menyembelih Sifat Hewani Kita

QURBAN, Menyembelih Sifat Hewani Kita
Sebuah perspektif pribadi
By; Haris


Beberapa hari lagi kita merayakan Hari Raya Iedul Adha, Jamaah Haji sudah banyak yang berangkat ke tanah suci, tanah impian bagi kita semua. Mungkin tinggal yang Jamaah Haji Plus atau ONH Plus yang belum berangkat. Karena memang Orang-orang plus ini mengambil rukunnya saja dalam menjalankan ibadah haji... jadi praktis mereka berangkat paling terakhir dan pulang paling duluan. Kondisi & fasilitasnya pasti juga lain dengan jamaah Haji biasa, menginap di Hotel Bintang 5 atau 4 minimal, kemana2 diantar dengan mobil Hotel... Pokoknya serba wah dan VVIP.

Sementara bersamaan dengan itu kaum muslimin yang mampu di tanah air sudah mulai keliling2 mencari hewan untuk berqurban nanti di hari Iedul Adha. Jakarta dan sekitarnyapun sedikit berubah wajah, Jadi banyak kebun binatang dadakan disana-sini.. bau Jakarta yang sebelumnya cuma bau selokan dan sampah pun makin menyengat ditambah bau apek dan pesing-nya kotoran sapi dan kambing.

Membicarakan tentang Qurban, mungkin kita sudah sama-sama faham, bahwa Qurban adalah sebagai salah satu ungkapan syukur kita kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya yang teramat banyak. Selain juga sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah. Qurban berasal dari bahasa arab QOROBA = dekat, dan QURBAN sebagai gerund atau kata kerja yang dibendakan jadi berarti Pendekatan, atau upaya pendekatan kepada Allah.

Hari-hari mendekati Idul Adha juga sudah berseliweran mail box sya tentang kisah-kisah yang menyentuh iman kita dimana banyak drama kegigihan seorang hamba dalam melaksanakan cita-cita Qurban. Ada kisah seorang nenek tua yang tidak pernah absen berQurban walau hidup serba kekurangan, sehari dia menabung 3000 perak dari hasil pekerjaan tanganya membuat sapu lidi. Ada yang membongkar 'celengannya'yang sebenarnya buat pendaftaran sekolah anaknya di bulan Juni nanti, dan lain sebagainya.

Memang kalau kita hitung-hitung amatlah wajar apa yang mereka perbuat. Sebab memang Qurban bukanlah ibadah yang terlalu mahal jika dibandingkan dengan biaya kita berbuka puasa di bulan Romadhon, masih agak ringan dibanding biaya mudik lebaran... apalagi dibanding naik haji yang sangat mahal itu. Masalahnya adalah Ibadah ini jarang kita siapkan di jauh-jauh hari, di bulan Muharam misalnya... Qurban baru teringat ketika kita sudah memasuki bulan Dzulhijjah.. dan sangat berat mengumpulkan dalam waktu uang sebanyak itu untuk membeli seekor kambing. Dan yang terjadi hati kita berkata: "InsyaAllah tahun depan saya akan berqurban"...

Menyembelih Sifat Hewani Kita.
Kata Ustadz dimana aku sering bertanya, Dia punya perspektif lain dalam memahami makna qurban. Selain sebagai rasa syukur dan pendekatan kepada Allah, Qurban juga dimaknai sebagai sebuah symbol penyembelihan sifat hewani kita> ...>
Memang sering membingungkan Ustadz ini. Iya, katanya lagi Puasa Romadhon & bersilaturrahmi di Idul Fitri sering tidak cukup membuat kita berubah, kita selalu kembali ke sifat, sikap dan karakter lama kita, yakni kembali seenaknya dalam hidup, tidak mau ambil pusing urusan orang lain walau orang lain menahan lapar dan hampir mati, sikat sana fitnah sini, seruduk sana tabrak sini, mengaum berteriak-teriak lantang membicarakan aib saudaranya... Pendeknya kita tak ubahnya seberti binatang ternak yang hina.

Eit jangan marah teman, itu bukan saja kata Ustadz saya lho, di Qur> '> annya juga ada.. tapi aku nggak hafal ayatnya.

Maka Qurban kembali datang mengingatkan kita kepada siapa saja, bahwa Dimulai Iedul Adha tahun ini, mari kita sembelih sifat-sifat binatang kita, mari kita buang jauh-jauh karakter hewani kita. Dan kembali pada fitrah mulia kita yakni FII AHSANI TAQWIIM... sebaik-baik penciptaan Allah.
"Sesungguhnya manusia diciptakan dengan sebaik-baiknya bentuk. Kemudian kami merubahnya menjadi derajat yang paling rendah. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh ... maka banginya pahala..." ila akhiri ayat (At-Tiin)

Wallohu a'lam.

Tidak ada komentar: